A.
Cooperative
Learning
1.
Paradigma baru
belajar dan pembelajaran
Guru
dan dosen lupa bahwa teori-teori modern belajar dan pembalajaran terutama teori
medan, teori konstruktivisme, dan teori pembelajaran mengingatkan bahwa siswa
adalah sesuatu yang aktif dan unik serta mampu memberdayakan dirinya sendiri
jika difasilitasi secara tepat. Paham modern ini justru menyarankan penerapan
belajar dan pembelajaran yang berpusat pada siswa dan salah satu kemasan model
belajar dan pembelajarannya adalah cooperative learning. Menurut Lie ada
beberapa gagasan yaitu:
a) Pengetahuan
dikemukakan, dibentuk dan dikembangkan oleh siswa, guru menciptakan kondisi
belajar dan situasi yang memberikan kesempatan kepada siswa untuk membentuk
makna dan materi yang dipelajarinya kemudian merekamnya dalam ingatan dan satu
saat kelak digunakan kembali atau dikembangkan lebih lanjut.
b) Siswa
membangun pengetahuan secara aktif. Belajar adalah kegiatan yang dilakukan oleh
siswa bukan suatu yang dilakukan terhadap siswa.
c) Pengajar
perlu berusaha menngembangkan kompetensi dan kemampuan siswa. Kegiatan belajar
dan pembelajaran harus lebih ditekankan pada proses dan pada hasil.
d) Pendidikan
adalah interaksi pribadi diantara para siswa dan interaksi antar guru dan
siswa.
2.
Konsep
cooperative learning
Berbeda
dengan model pembelajaran kompetisi dan model pembelajaran individual learning
yang menitiberatkan proses dan pencapaian belajar dan pembelajaran pada preastasi
setinggi-tingginya yang siswa secara individual, cooperative didasarkan pada
falsafah bahwa manusia adalah makhluk sosial. Model ini menekankan pada
kerjasama atau gotong royong sesama siswa. Adapun unsur-unsur yang menjadi ciri
dari cooperative learning yaitu saling ketergantungan positif, tanggung jawab perseorangan,
tatap muka, komunikasi antar anggota, evaluasi proses kelompok.
Ada
dua kemungkinan kerjasama antar siswa dalam kelompok belajarnya yaitu:
a) Kooperatif
adalah kerjasama antara siswa yang berbeda tingkat kemapuannya. Pada hal ini
siswa memperoleh tantangan baru untuk meningkatkan kemampuannya ke tingkat yang
lebih tinggi, yang mana saling bekerjasama.
b) Kolaboratif
adalah kerjasama antara siswa dengan kemampuan yang setingkat. Kedua pihak
berbagi pengalaman dan pengetahuan sehingga kedua belah pihak yang bekerjasama
akan saling mengisi kekurangan sehingga saling melengkapi.
3.
Aplikasi dalam
menyelenggarakan cooperative learning
a) Mempelajari
standar isi dan standar kompetensi siswa dan kurikulum untuk menentukan
karakteristik masalah yang sesuai utuk digunakan sebagai bahan belajar dan
pembelajaran.
b) Pelajari
pengetahuan siswa untuk mempertimbangkan kompleksitas persoalan yang akan
dijadikan bahan belajar dan pembelajaran.
c) Kelompokkan
siswa ke dalam sejumlah kelompok. Upayakan agar kemampuan anggota kelompo
heterogen agar terjadi kegiatan yang bersifat kooperatif dan kolaboratif.
d) Tetapkan
kegiatan yang harus dikerjakan oleh setiap kelompok dengan merujuk pada hasil
analisis kurikulum dantingkat kemampuan siswa.
e) Lakukan
penyususan kelas meliputi penempatan media dan pengaturan tempat duduk.
f) Beri
pengkondisian awal kepada siswa sebelum kegiatan kelompok dimulai, antara lain
yaitu perlunya kerjasama; apa yang harus dilakukan oleh setiap kelompok;
bagaimana mereka melakukan kegiatan; apa yang boleh dilakukan dan apa yang tidak boleh dilakukan; waktu kegiatan;
apa hasil yang harus mereka capai.
g) Siswa
melaksanakan kegiatan belajar kelompok dengan mengikuti petunjuk guru.
Sementara guru berkeliling untuk melakukan supervise dan memberikan motivasi
agar siswa terlibat secara aktif.
h) Menutup
kegiatan belajar dan pembelajaran dengan menyelenggarakan diskusi tentang hasil
kegiatan setiap kelompok dan hasilnya. Dalam hal ini guru berperan sebagai
moderator dan sekaligus sebagai penilai.
i)
Guru melakukan
penilaian terhadap hasil kegiatan siswa dan memberikan komentar serta
pengarahan untuk ditindaklajuti sebagai kegiatan pengayaan bagi siswa.
B.
Quantum
Learning
1. Pengertian
quantum learning
Quantum
merupakan interaksi yang mengubah energi menjadi cahaya. Sedangkan quantum
learning merupakan sebagai interaksi-interaksi yang mengubah energy menjadi cahaya.
Semua kehidupan adalah energi. Rumus dalam fisika kuantum adalah massa dikali
kecepatan cahaya kuadrat sama dengan energi. Dengan kata lain, quantum learning
yaitu pengajaran yang dapat mengubah suasana belajar yang menyenangkan serta
mengubah kemampuan dan bakat alamiah siswa menjadi cahaya yang akan bermanfaat
bagi mereka sendiri dan bagi orang lain.
2. Konsep
quantum learning
Quantum
learning merupakan orkestrasi bermacam-macam interaksi yang di dalamnya dan
sekitar momen belajar atau suatu pembelajaran yang mempunyai misi utama untuk
mendesain suatu proses belajar yang menyenangkan yang disesuaikan dengan
tingkat perkembangan siswa. Quantum learning ialah kiat, petunjuk, strategi,
dan seluruh proses belajar yang dapat mempertajam pemahaman dan daya ingat,
serta membuat belajar sebagai suatu proses yang menyenangkan dan bermanfaat.
Quantum
learning bisa dikatakan sebagai penerapan cara belajar baru yang lebih melihat
kemampuan siswa berdasarkan kelebihan atau kecerdasan yang dimilikinya. Quantum
learning berarti percepatan atau lompatan. Ada yang beranggapan bahwa otak
manusia sama dengan otak Einstein. Dengan mempercayai kekuatan pikiran, kita
dapat menngetahui dalil tentang otak, bahwa otak harus dilatih dan tidak
masalah jika harus digunakan secara terus menerus. Kita hanya memilih mau memanfaatkan
organ yang paling penting dalam hidup ini atau mengabaikannya sehhingga menjadi
tidak berguna.
Dalam
quantum learning guru sebagai pengajar tidak hanya memberikan bahan ajar,
tetapi juga memberikan motivasi kepada siswa, sehingga siswa merasakan semangat
dan timbul rasa percaya diri untuk belajar lebih giat dan melakukan hal-hal
yang positif.
Prinsip-prinsip
dalam quantum learning yaitu:
a) Segalanya
berbicara, segala dari lingkungan kelas hingga bahasa tubuh guru dan kertas
yang guru bagikan hingga rancangan pelajaran guru semuanya mengirim pesan
tentang belajar.
b) Segalanya
bertujuan, semua yang terjadi dalam pengubahan guru mempunyai tujuan. Tujuan
tiada lain adalah mewujudkan pembelajaran dan pencapaian quantum learning.
c) Pengalaman
sebelum pemberian nama, otak kita berkembang pesat dengan adanya rangsangan
kompleks yang akan menggerakkan rasa ingin tahu kita. Oleh karena itu proses
belajar peling baik terjadi ketika siswa telah mengalami informasi sebelum
mereka memperoleh nama-nama untuk apa yang mereka pelajari.
d) Akui
setiap usaha
e) Jika
layak dipelajari layak pula dirayakan, perayaan adalah sarapan pelajar sang
juara, perayaan adalah umpan balik mengenai kemajuan dan meningkatnkan asosiasi
emosi positif dengan belajar.
Sedangkan konsep kunci
dalam quantum learning adalah teori otak kanan kiri, teori otak triune (3 in
1), pilihan modalitas (visual, auditorial, kinestetik), teori kecerdasan ganda,
pendidikan holistic (menyeluruh), belajar berdasarkan pengalaman, belajar
dengan simbol, simulasi/permainan, peta pikiran (mind mapping).
3. Aplikasi
quantum learning
a)
Pembelajaran
quantum learning berpangkal pada psikologi kognitif, bukan fisika kuantum
meskipun serba sedikit istilah dan konsep.
b)
Pembelajaran
quantum learning berupaya memadukan, menyinergikan, dan mengkolaborasikan
faktor potensi diri manusia selaku pembelajaran dengan lingkungan (fisik dan
mental) sebagai konteks pembelajaran.
c)
Pembelajaran
memusatkan perhatian pada interaksi yang bermutu dan bermakna, bukan sekedar
transaksi makna.
d)
Pembelajaran
kuantum sangat menekankan pada pemercepatan pembelajaran dengan taraf
kebarhasilan tinggi.
e)
Pembelajaran
kuantum menempatkan nilai dan kekayaan sebagai bagian penting proses
pembelajaran.
f)
Penyajian materi
secara alami
g)
Model
pembelajaran yang lebih santai
Menurut Cahyo, 2013:160-161 dalam quantum learning, guru sebagai pengajar
tidak hanya memberikan bahan ajar, tetapi juga memberikan motivasi kepada
siswanya, sehingga siswa merasa bersemangat dan timbul kepercayaan dirinya
untuk belajar lebih giat dan dapat melakukan hal-hal positif sesuai dengan tipe
kecerdasan yang dimilikinya. Cara belajar yang diberikan kepada siswa pun harus
menarik dan bervariasi, sehingga siswa tidak merasa jenuh untuk menerima materi
pelajaran.
C.
Problem
Based Learning
1.
Pengertian
problem based learning
Pembelajaran berbasis masalah(Problem
Based Learning, disingkat PBL), adalah pembelajaran
yang menjadikan masalah sebagai dasar atau basis bagi siswa untuk belajar.
Selain itu, PBL adalah suatu pendekatan pembelajaran yang menggunakan masalah
nyata atau masalah simulasi yang kompleks sebagai titik awal pembelajaran,
dengan karakteristik: (1) Pembelajaran dipandu oleh masalah yang menantang; (2)
Para siswa bekerja dalam kelompok kecil; (3) Guru mengambil peran sebagai
fasilitator dalam pembelajaran.
2. Konsep
Menurut Newble dan Cannon (Gintings,
2008:210) dalam model pembelajaran problem
based learning, sering digunakan akronim PBL, belajar dan pembelajaran
diorientasikan kepada pemecahan berbagai masalah terutama yang terkait dengan
aplikasi materi pelajaran di dalam kehidupan nyata. Selama siswa melakukan kegiatan
memecahkan masalah, guru berperan sebagai tutor yang akan membantu mereka
mendefinisikan apa yang mereka tidak tahu dan apa yang perlu mereka ketahui
untuk mengetahui dan memecahkan masalah.
3. Aplikasi
Menurut Gintings, 2008:210-211 hasil
nyata dan penerapan pendekatan ini dalam pendidikan kedokteran terbukti bahwa
banyak siswa yang belajar dengan pendekatan PBL dapat mengingat materi
pelajaran dalam jangka waktu yang lebih lama dibanding dengan siswa yang
belajar dengan pendektan lain dan tradisional. Perbedaan yang mencolok
disebabkan dalam PBL siswa lebih menyenangi pendekatan ini, menjadi termotivasi
untuk belajar. Motivasi merupakan kekuatan besar dan syarat mutlak terciptanaya
kegiatan belajar dan pembelajaran dalam diri siswa.
D.
Service
Learning
1. Pengertian
Pembelajaran pelayanan (service
learning) adalah model yang menyediakan suatu aplikasi
praktis suatu pengembangan pengetahuan melalui proyek dan aktivitas.
2. Konsep
Di dalam service
learning,model pengabdian masyarakat bertitik tolak dari sebuah aplikasi
ilmu pengetahuan yang dipelajari di dalam kelas untuk diterapkan di dunia
nyata. Bentuk pengabdian ini harus disertai dengan catatan pribadi yang disebut
refleksi untuk memberikan strukturisasi pengetahuan yang timbal balik antara
mahasiswa dengan masyarakat. Mahasiswa memberikan pelayanan dalam rangka untuk
belajar dari kelompok masyarakat, dan sebaliknya masyarakat menerima pengabdian
para mahasiswa dan memberikan pelajaran yang berharga dalam kehidupan mahasiswa
untuk tumbuh. Robert Sigmon (1994) memberikan sebuah studi sintaksis terhadap
kata service dan learning, yang sangat membantu dalam memberikan pemahaman
hubungan di antara dua kata tersebut, dan juga pemaknaan baru sebagai sebuah
istilah baru.
Jadi
pengertian kunci dari Service-Learning adalah membawa “learning” dari dalam
kelas menuju ke lapangan untuk memperoleh sebuah pengalaman, pada sebuah
kelompok masyarakat yang membutuhkan “service”, dengan sebuah siklus
pembelajaran yang harus disadari dalam sebuah catatan refleksi. Service-Learning, penyatuan pengabdian secara
terstruktur dalam kurikulum, dapat dijabarkan sebagai berikut : Ada kaitannya
dengan kurikulum, sehingga sebuah service dilakukan berdasarkan pada sebuah
kemampuan atau beberapa disiplin ilmu yang mengembangkan tujuan belajar dan
memenuhi standard pendidikan dan peka terhadap perubahan ilmu pengetahuan,
ketrampilan dan perilaku yang dapat dirasakan sebagai proses dalam pengerjaan
proyek. Mahasiwa secara mandiri aktif dalam perencanaan dan pelaksanaan proyek
yang menjawab kebutuhan masyarakat. Refleksi dilakukan, sebagai bagian dari proses
pembelajaran yang berkelanjutan untuk menciptakan lingkaran PIKIR-BICARA-TULIS.
Keseimbangan antara tugas pelayanan sebagai aplikasi ilmu dengan refleksi akan
memberikan WAKTU untuk menyadari dampak dari sebuah pelayanan.
3. Aplikasi
Bentuk pengabdian yang disertai dengan
catatan pribadi yang disebut refleksi untuk memberikan strukturisasi
pengetahuan yang timbal balik antara mahasiswa dengan masyarakat. Mahasiswa
memberikan pelayanan dalam rangka untuk belajar dari kelompok masyarakat, dan
sebaliknya masyarakat menerima pengabdian para mahasiswa dan memberikan
pelajaran yang berharga dalam kehidupan mahasiswa untuk tumbuh.
E.
Accelerated
Learning
1. Pengertian
Accelerated
learning
adalah keseluruhan teknik dan metode belajar yang memungkinkan siswa belajar
dengan mudah, menyenangkan dan efektif dengan upaya yang normal dan sesuai
dengan gaya belajarnya masing-masing.
2. Konsep
Belajar melibatkan seluruh pikiran dan
tubuh. Belajar tidak hanya menggunakan “otak” (sadar, rasional, memakai “otak
kiri”), dan verbal), tetapi juga melibatkan seluruh tubuh atau pikiran dengan
segala emosi, indera, dan sarafnya. Strategi cara belajar cepat dalam
Accelerated Learning merupakan paduan dari metode-metode yang dibagi menjadi
enam langkah dasar yang dapat dingat dengan mudah dengan menggunakan singkatan
M; A; S; T; E; R. Kata ini diciptakan oleh pelatih terkemuka Cara Belajar Cepat
(CBC) Jayne Nicholl, yaitu:
a) M
adalah Motivating Your Mind (Memotivasi Pikiran)
b) A adalah Aquiring The Information (Memperoleh Informasi)
c) S adalah Searching Out the Meaning (Menyelidiki Makna)
d) T adalah Triggering the Memory (Memicu Memori)
3. Aplikasi
Boyd (dalam Mayliana dan Sofyan)
menyatakan bahwa accelerated learning
tepat diterapkan pada pendidikan tinggi. Kunci dari efektivitas penggunaan accelerated learning adalah dengan
menggunakan seluruh otak dalam proses pembelajaran. Dalam penelitian tentang
otak menunjukkan bahwa belajar melibatkan tubuh dan pikiran secara
bersama-sama.
F.
Project Based Learning
1. Pengertian
Project-based learning merupakan
sebuah model pembelajaran yang sudah banyak dikembangkan di negara-negara maju
seperti Amerika Serikat. Jika
diterjemahkan dalam bahasa
Indonesia, project based
learning bermakna sebagai pembelajaran berbasis
proyek. Project-based learning
adalah sebuah model atau pendekatan pembelajaran yang inovatif, yang menekankan
belajar kontekstual melalui kegiatan-kegiatan yang kompleks (Cord, 2001;
Thomas, Mergendoller, & Michaelson, 1999; Moss, Van-Duzer, Carol, 1998).
Project-based learning merupakan sebuah model pembelajaran yang sudah
banyak dikembangkan di negara-negara maju seperti Amerika Serikat. Jika diterjemahkan dalam
bahasa Indonesia, project based learning
bermakna sebagai
pembelajaran berbasis proyek. Project-based learning adalah sebuah model atau
pendekatan pembelajaran yang inovatif, yang menekankan belajar kontekstual
melalui kegiatan-kegiatan yang kompleks.
2. Konsep
Model project based learning lebih menekankan pada kegiatan
belajar yang relatif berdurasi panjang, holistik-interdisipliner, perpusat pada
pebelajar, dan terintegrasi dengan praktik dan isu-isu dunia nyata. Dalam project-based learning
mahasiswa belajar dalam situasi problem yang nyata, yang dapat melahirkan
pengetahuan yang bersifat permanen dan mengorganisir proyek-proyek dalam
pembelajaran Thomas (dalam Rais, 2010:4). Project-based learning berfokus pada
konsep-konsep dan prinsip-prinsip utama (central) dari suatu disiplin,
melibatkan mahasiswa dalam kegiatan pemecahan masalah dan tugas-tugas bermakna
lainya, memberi peluang mahasiswa bekerja secara otonom mengkonstruk belajar
mereka sendiri, dan puncaknya menghasilkan produk karya mahasiswa bernilai, dan
realistik.
3. Aplikasi
Salah satu hal yang menarik mengapa project-based
learning penting untuk diterapkan adalah ditunjukkan oleh
beberapa penelitian yang mendahuluinya. Hasil penelitian menunjukkan bahwa 90%
mahasiswa yang mengikuti proses belajar dengan implementasi project-based
learningyakin dan optimis dapat mengimplementasikan project-based
learning dalam dunia
kerja serta dapat meningkatkan prestasi akademiknya Koch, Chlosta, dan Klandt
(dalam Rais, 2010:2). Selain itu hasil penelitian survei dari Lasonen, Johanna,
Vesterinen, & Pirkko (dalam Rais, 2010:2-3) menunjukkan 78 % mahasiswa mengatakan bahwa kurikulum
yang berbasis project-based learning
dapat membantu membekali mahasiswa untuk persiapan memasuki dunia kerja, karena
mahasiswa belajar bukan hanya secara teori melainkan praktik di lapangan.
G.
Integrated
Learning
1. Pengertian
Integrated
Learning (IL) adalah pembelajaran yang menggabungkan sejumlah
bidang studi. Pembelajaran terpadu ini diharapkan dapat memberi kesempatan
kepada peserta didik untuk berlatih mengembangkan ketrampilan secara
integratif, salah satu kualitas ataupun kemampuan yang sangat diperlukan untuk
menghadapi masalah kehidupan yang sangat kompleks.
2. Aplikasi
Proses pelaksanaan integrated learning yang bisa dilaksanakan ternyata bukan
menggabungkan materi tetapi baru menggabungkan tema, dan guru satu-persatu
mengajar sesuai dengan bidangnya. Namun, demikian siswa merasa bahwa pelajaran
itu sangat bermakna karena dapat mengembangkan wawasan, kreativitas,
meningkatkan motivasi belajar, memberi kedekatan dengan hidup nyata dan memberi
pengetahuan tentang konsep keterpaduan.
H.
Resource
Based Learning
1. Pengertian
Resource based learning
adalah sistem belajar yang berorientasi pada siswa yang diatur sangat rapi
untuk kemandirian belajar. Sehingga memungkinkan keseluruhan kegiatan belajar
dilakukan dengan menggunakan sumber belajar, baik manusia maupun belajar
nonmanusia dalam situasi belajar yang diatur secara afektif.
2. Konsep
Pembelajaran berdasarkan sumber “Resource
Based Learning” melibatkan keikutsertaan secara aktif
dengan berbagai sumber (orang, buku, jurnal, surat kabar, multimedia, web, dan
masyarakat), dimana para siswa akan termotivasi untuk belajar dengan berusaha
meneruskan informasi sebanyak mungkin.
3. Aplikasi
Dalam hal ini sumber belajar yang
dipakai adalah perpustakaan sekolah, karena di perpustakaan sekolah banyak
terdapat buku-buku (sumber belajar) yang beraneka ragam. Dengan menggunakan
sumber belajar perpustakaan sekolah siswa dapat menggali informasi secara luas
sehingga siswa dapat memahami arti sejarah yang sesungguhnya pada materi
Tradisi Sejarah Masyarakat Indonesia Masa Pra-Aksara dan Masa Aksara. Dengan
menggunakan pendekatan Resource Based Learning
(pembelajaran berdasarkan sumber) melalui sumber belajar perpustakaan sekolah
akan tercipta suasana belajar yang lebih menarik serta membuat siswa mampu
berpikir kreatif atas tugas yang diberikan oleh guru, sehingga dengan
pendekatan Resource Based Learning diharapkan
dapat meningkatkan hasil belajar yang lebih baik.
I.
Discovery
learning
1. Pengertian
Menurut Cahyo, 2013:100 metode
pembelajaran berbasis penemuan atau discovery
learning adalah metode pengajaran sedemikian rupa sehingga anak memperoleh
pengetahuan yang sebelumnya belum diketahuinya tidak melalui pemberitahuan,
namun ditemukan sendiri. Dalam pembelajaran discovery
(penemuan), kegiatan atau pembelajaran dirancang sedemikian rupa, sehingga
siswa dapat menemukan konsep-konsep dan prinsip-prinsip melalui proses
mentalnya sendiri. Dalam menemukan konsep, siswa melakukan pengamatan,
menggolongkan, membuat dugaan, menjelaskan, menarik kesimpulan dan sebagainya
untuk menemukan beberapa konsep atau prinsip.
2. Konsep
Menurut Cahyo, 2013:104 belajar dalam
metode discovery learning. Sebagai
model pembelajaran, metode discovery
learning mempunyai konsep sendiri yang membedakan dengan metode lainnya.
Konsep belajar metode ini merupakan serangkaian aturan atau pun prinsip dalam
pembelajaran yang meliputi tujuan belajar, peran guru, dan lain sebagainya.
3. Aplikasi
Menurut Cahyo, 2013:102-103 peserta
didik didorong untuk mengidentifikasi apa yang ingin diketahui dilanjutkan
dengan mencari informasi sendiri kemudian mengorganisasi atau membentuk
(konstruktif) apa yang mereka ketahui dan mereka pahami dalam suatu bentuk
akhir. Siswa secara aktif merekonstruksi pengalamannya dengan menghubungkan
pengetahuan baru dengan internal modal atau struktur kognitif yang telah dimilikinya.
J.
Active
learning
1. Pengertian
Menurut Pannen (Cahyo, 2013:136) active learningatau belajar aktif
merupajakan suatu pendekatan dalam mengelola sistem pembelajaran melalui
cara-cara belajar yang aktif meuju belajar mandiri. Belajr aktif merupakan
strategi belajar yang diartikan sebagai proses belajar mengajar yang
menggunakan berbagai metode yang menitikberatkan kepada kearifan siswa dan
melibatkan berbagai potensi siswa, baik yang bersifat fisik, mental, emosional
maupun intelektual untuk mencapai tujuan pendidikan yang brhubungan dengan
berbagai wawasan kognitif, afektif, psikomotorik secara optimal Cahyo,
2013:137.
2. Aplikasi
Menurut Cahyo, 2013:139 dalam penerapan
strategi belajar aktif, seorang guru harus mampu membuat pelajaran yang
diajarkan itu menantang serta mengesankan daya cipta siswa untuk menemukan
serta mengesankan bagi siswa. Untuk itu, seorang guru harus memperhatikan
beberapa prinsip dalam menerapkan pendekatan belajar aktif. Sebagaimana yang
diugkapkan oleh Semiawan dan Zuhairin (Cahyo, 2013:139-143), prinsip-prinsip
penerapan belajar aktif adalah prinsip belajar, prinsip latar atau konteks,
prinsip keterarahan pada titik pusat atau fokus tertentu, prinsip hubungan
sosial atau sosialisasi, prinsip belajar sambil bekerja, prinsip perbedaan
perorangan atau individual, prinsip menemukan, dan prinsip pemecahan masalah.
K.
Mastery
learning
1. Pengertian
Belajar tuntas (mastery learning) adalah pencapaian taraf penguasaan minimal yang
ditetapkan untuk setiap unit bahan pelajaran baik secara perseorangan maupun
kelompok, dan apa yang dipelajari siswa dapat dikuasai sepenuhnya. Menurut
pendapat yang tradisional, belajar hanyalah dianggap sebagai penambahan dan
pengumpulan sejumlah ilmu pengetahuan. Pendapat ini terlalu sempit dan
sederhana serta hanya berpusatpada mata pelajaran belaka. Belajar tidak hanya
sekadar mengumpulkan ilmu pengetahuan, tetapi belajar itu lebih menekankan pada
perubahan pada individu yang belajar.
2. Konsep
Konsep mastery learning sesugguhnya bukanlah suatu hal yang baru, tetapi
telah berkembang sejak tahun 1920, dikembangkan oleh Carleton Washburne dan
teman-temannya melalui Winnetka Plan pada
tahun 1922 dan leh Prof. Henry C. Morrison di Laboratory School Universitas Chicago tahun 1926. Maksud utama mastery learning ialah memungkinkan 75%
sampai 90% siswa untuk mencapai hasil belajar yang sama tingginya dengan
kelompok terpandai dalam pengajaran klasik. Maksud lain dari mastery learning ialah untuk meningktkan
efisiensi belajar, minat belajar, dan sikap siswa yang positif terhadap materi
pelajaran yang sedang dipelajarinya.
L. Partisipative Teaching and Learning (Pembelajaran
Partisipatif)
Pembelajaran Partisipatif (Partisipative
Teaching and Learning) merupakan model pembelajaran dengan melibatkan peserta
didik secara aktif dalam perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi pembelajaran. Dengan
meminjam pemikiran Knowles, (E. Mulyasa,2003) menyebutkan indicator
pembelajaran partisipatif yaitu:
1.
Adanya keterlibatan emosional dan mental peserta didik
2. Adanya
kesediaan peserta didik untuk memberikan kontribusi dalam pencapaian tujuan
3. Dalam kegiatan
belajar terdapat hal yang menguntungkan peserta didik.
Pengembangan pembelajaran partisipatif dilakukan dengan
prosedur berikut:
1.
Menciptakan suasana yang mendorong peserta didik siap
belajar
2. Membantu
peserta didik menyusun kelompok, agar siap belajar dan membelajarkan
3. Membantu peserta didik untuk mendiagnosis
dan menemukan kebutuhan belajarnya
4.
Membantu peserta didik
menyusun tujuan belajar
5.
Membantu peserta didik
merancang pola-pola pengalaman belajar
6.
Membantu peserta didik
melakukan kegiatan belajar
7. Membantu peserta didik melakukan evaluasi diri terhadap proses dan
hasil belajar.
M. Contextual Teaching and
Learning (CTL)
Pembelajaran yang berorientasi
pada penguasaan materi dianggap gagal menghasilkan peserta didik yang aktif,
kreatif, dan inovatif. Peserta didik berhasil “mengingat” jangka pendek, tetapi
gagal dalam membekali peserta didik memecahkan persoalan dalam kehidupan jangka
panjang. Oleh karena itu, perlu ada perubahan pendekatan pembelajaran yang
lebih bermakna sehingga dapat membekali peserta didik dalam menghadapi permasalahan
hidup yang dihadapi sekarang maupun yang akan datang. Pendekatan pembelajaran
yang cocok untuk hal di atas adalah pembelajaran kontekstual (CTL).
Pendekatan kontekstual (CTL)
merupakan konsep belajar yang beranggapan bahwa anak akan belajar lebih baik
jika lingkungan diciptakan secara alamiah, artinya belajar akan lebih bermakna
jika anak “bekerja” dan “mengalami” sendiri apa yang dipelajarinya, bukan
sekedar “mengetahuinya.” Pembelajaran tidak hanya sekadar kegiatan mentransfer
pengetahuan dari guru kepada siswa, tapi bagaimana siswa mampu memaknai apa
yang dipelajari itu. Oleh karena itu, strategi pembelajaran lebih utama dari sekedar hasil. Dalam hal ini
siswa perlu mengerti apa makna belajar, apa manfaatnya, dalam status apa
mereka, dan bagaimana mencapaianya. Mereka menyadari bahwa apa yang dipelajari
akan berguna bagi kehidupannya kelak.Dengan demikian, mereka akan belajar lebih
semangat dan penu kesadaran.
N.
Adult Learning
Belajar selalu menjadi kebutuhan
utama dalam kehidupan manusia. Karena belajar merupakan suatu cara untuk
menggapai cita-cita. Kadang, belajar dianggap remeh oleh sebagian orang , tak
jarang banyak yang gagal dalam mencapai cita-citanya. Cara belajar setiap orang
pun berbeda, hal ini dapat didasari oleh beberapa aspek seperti, tingkat
pendidikan, dan cara berpikir.
Masalah yang terdapat dari skenario adalah kesulitan cara belajar dari seorang anak yang baru lulus dari SMA dan ingin melanjutkan ke Universitas. Tentu saja cara belajarnya masih terpaku dangan cara belajar semasa sekolah dimana pemikirannya hanya terbatas pada apa yang diberikan pengajar. Hal ini sangat berbeda dengan cara belajar seorang mahasiswa atau dapat dikatakan “cara belajar orang dewasa”.
Masalah yang terdapat dari skenario adalah kesulitan cara belajar dari seorang anak yang baru lulus dari SMA dan ingin melanjutkan ke Universitas. Tentu saja cara belajarnya masih terpaku dangan cara belajar semasa sekolah dimana pemikirannya hanya terbatas pada apa yang diberikan pengajar. Hal ini sangat berbeda dengan cara belajar seorang mahasiswa atau dapat dikatakan “cara belajar orang dewasa”.
Dari hasil penelitian, Linderman
mengidentifikasi beberapa asumsi tentang pembelajar orang dewasa yang dijadikan
fondasi teori belajar orang dewasa yaitu sebagai berikut :
1. Pembelajar orang dewasa akan termotivasi untuk belajar karena
kebutuhan dan minat dimana belajar akan memberikan kepuasan.
2. Orientasi pembelajar orang dewasa adalah berpusat pada
kehidupan, sehingga unit-unit pembelajar sebaiknya adalah kehidupan nyata (penerapan)
bukan subject matter.
3. Pengalaman adalah sumber terkaya bagi pembelajar orang dewasa,
sehingga metode pembelajaran adalah analisa pengalaman (experiential learning).
4. Pembelajaran orang dewasa mempunyai kebutuhan yang mendalam
untuk mengarahkan diri sendiri (self directed learning), sehingga peran guru
sebagai instruktur.
5. Perbedaan diantara pembelajar orang dewasa semakin meningkat
dengan bertambahnya usia, oleh karena itu pendidikan orang dewasa harus memberi
pilihan dalam hal perbedaan gaya belajar, waktu, tempat dan kecepatan belajar
Untuk menyeimbangi cara belajar
ini, diperlukan pemikiran yang kritis karena Kemampuan berpikir kritis
merupakan kemampuan yang sangat esensial untuk kehidupan, pekerjaan, tingkatan
pendidikan dan berfungsi efektif dalam semua aspek kehidupan lainnya. Menurut
Halpen (1996), berpikir kritis adalah memberdayakan keterampilan atau strategi
kognitif dalam menentukan tujuan. Pendapat senada dikemukakan Anggelo (1995:
6), berpikir kritis adalah mengaplikasikan rasional, kegiatan berpikir yang
tinggi, yang meliputi kegiatan menganalisis, mensintesis, mengenal permasalahan
dan pemecahannya, menyimpulkan, dan mengevaluasi. Dan hanya bisa terjadi ketika
seseorang itu sudah menerapkan cara belajar orang dewasa dalam hidupnya.
Berpikir kritis juga merupakan salah satu proses berpikir tingkat tinggi yang
dapat digunakan dalam pembentukan sistem konseptual siswa. Menurut Ennis (1985:
54), berpikir kritis adalah cara berpikir reflektif yang masuk akal atau
berdasarkan nalar yang difokuskan untuk menentukan apa yang harus diyakini dan
dilakukan.
Karakteristik yang berhubungan dengan berpikir kritis, dijelaskan Beyer (1995: 12-15) secara lengkap dalam buku Critical Thinking, yaitu:
Karakteristik yang berhubungan dengan berpikir kritis, dijelaskan Beyer (1995: 12-15) secara lengkap dalam buku Critical Thinking, yaitu:
1. Watak (dispositions)
Seseorang yang mempunyai keterampilan berpikir kritis mempunyai sikap skeptis, sangat terbuka, menghargai sebuah kejujuran, respek terhadap berbagai data dan pendapat, respek terhadap kejelasan dan ketelitian, mencari pandangan-pandangan lain yang berbeda, dan akan berubah sikap ketika terdapat sebuah pendapat yang dianggapnya baik.
Seseorang yang mempunyai keterampilan berpikir kritis mempunyai sikap skeptis, sangat terbuka, menghargai sebuah kejujuran, respek terhadap berbagai data dan pendapat, respek terhadap kejelasan dan ketelitian, mencari pandangan-pandangan lain yang berbeda, dan akan berubah sikap ketika terdapat sebuah pendapat yang dianggapnya baik.
2. Kriteria(criteria)
Dalam berpikir kritis harus mempunyai sebuah kriteria atau patokan. Untuk sampai ke arah sana maka harus menemukan sesuatu untuk diputuskan atau dipercayai. Meskipun sebuah argumen dapat disusun dari beberapa sumber pelajaran, namun akan mempunyai kriteria yang berbeda. Apabila kita akan menerapkan standarisasi maka haruslah berdasarkan kepada relevansi, keakuratan fakta-fakta, berlandaskan sumber yang kredibel, teliti, tidak bias, bebas dari logika yang keliru, logika yang konsisten, dan pertimbangan yang matang.
Dalam berpikir kritis harus mempunyai sebuah kriteria atau patokan. Untuk sampai ke arah sana maka harus menemukan sesuatu untuk diputuskan atau dipercayai. Meskipun sebuah argumen dapat disusun dari beberapa sumber pelajaran, namun akan mempunyai kriteria yang berbeda. Apabila kita akan menerapkan standarisasi maka haruslah berdasarkan kepada relevansi, keakuratan fakta-fakta, berlandaskan sumber yang kredibel, teliti, tidak bias, bebas dari logika yang keliru, logika yang konsisten, dan pertimbangan yang matang.
3. Argumen (argument)
Argumen adalah pernyataan atau proposisi yang dilandasi oleh data-data. Keterampilan berpikir kritis akan meliputi kegiatan pengenalan, penilaian, dan menyusun argumen.
Argumen adalah pernyataan atau proposisi yang dilandasi oleh data-data. Keterampilan berpikir kritis akan meliputi kegiatan pengenalan, penilaian, dan menyusun argumen.
4. Pertimbangan atau pemikiran (reasoning)
Yaitu kemampuan untuk merangkum kesimpulan dari satu atau beberapa premis. Prosesnya akan meliputi kegiatan menguji hubungan antara beberapa pernyataan atau data.
Yaitu kemampuan untuk merangkum kesimpulan dari satu atau beberapa premis. Prosesnya akan meliputi kegiatan menguji hubungan antara beberapa pernyataan atau data.
5. Sudut pandang (point of view)
Sudut pandang adalah cara memandang atau menafsirkan dunia ini, yang akan menentukan konstruksi makna. Seseorang yang berpikir dengan kritis akan memandang sebuah fenomena dari berbagai sudut pandang yang berbeda.
Sudut pandang adalah cara memandang atau menafsirkan dunia ini, yang akan menentukan konstruksi makna. Seseorang yang berpikir dengan kritis akan memandang sebuah fenomena dari berbagai sudut pandang yang berbeda.
6. Prosedur penerapan kriteria (procedures for applying criteria)
Prosedur penerapan berpikir kritis sangat kompleks dan prosedural. Prosedur tersebut akan meliputi merumuskan permasalahan, menentukan keputusan yang akan diambil, dan mengidentifikasi perkiraan-perkiraan.
Prosedur penerapan berpikir kritis sangat kompleks dan prosedural. Prosedur tersebut akan meliputi merumuskan permasalahan, menentukan keputusan yang akan diambil, dan mengidentifikasi perkiraan-perkiraan.
Perbedaan Sistem Pembelajaran
Kurikulum. Kurikulum merupakan “jalur pacu” atau “kendaraan” untuk mencapai
tujuan pendidikan dan kompetensi lulusan dari suatu program studi. Untuk itu
kompetensi yang dimiliki oleh lulusan dan kurikulum dari suatu program studi
perlu dirumuskan sesuai dengan tujuan pendidikan dan tuntutan kompetensi
lulusan, sehingga lulusan program studi tersebut memiliki keunggulan komparatif
di bidangnya. Dalam penyusunan kurikulum program studi perlu dipikirkan agar
keluaran (outcomes) yang diharapkan, sasaran (goals), dan tujuan (objectives)
pendidikan yang akan dicapai kurikulum tersebut, tidak memuat nilai-nilai dasar
yang cepat usang dan/atau tidak relevan, hal seperti ini disebut sabretoothed curriculum.
DAFTAR RUJUKAN
Cahyo,
Agus, N. 2013. Panduan Aplikasi
Teori-Teori Belajar Mengajar: Teraktual dan Terpopuler. Jogjakarta: Diva
Press (anggota IKAPI).
Dwi, Wawan. Landasan Teori Accelerated Learning
dan Pendidikan Dasar, (online),
(http://library.walisongo.ac.id.pdf), diakses 04 April 2015.
Gintings, Abdorrakhman. 2008. Esensi Belajar dan Pembelajaran. Bandung: Humaniora (anggota
IKAPI).
Hanum, Farida. Pelaksanaan
dan Pengembangan Integrated Learning di Sekolah Menengah Pertama (Studi Kasusdi
SMP Gunung Kidul), (online), (http://staff.uny.ac.id.pdf),
diakses 04 April 2015.
http://digilib.uinsby.ac.id.pdf, diakses 05 April 2015.
Kunandar. 2008. Guru Profesional:
Implementasi Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) dan Sukses dalam
Sertifikasi Guru.
Rais, Muh. 2010.
Project-Based Learning: Inovasi Pembelajaran yang Berorientasi Soft
Skills, (online), (http://eprints.uny.ac.id.pdf), diakses 04 April 2015.
Usman,
Moh, Uzer. 1993. Upaya Optimalisasi
Kegiatan Belajar Mengajar. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.
Widjajanti,
Djamilah, Bondan. 2011. Problem-Based Learning dan Contoh
Implementasinya,
(online), (http://staff.uny.ac.id.pdf), diakses 01 April 2015.

Tidak ada komentar:
Posting Komentar