WELCOME TO MY BLOG


web widgets

Senin, 01 Februari 2016

MODEL - MODEL PEMBELAJARAN







A.      Cooperative Learning
1.      Paradigma baru belajar dan pembelajaran
Guru dan dosen lupa bahwa teori-teori modern belajar dan pembalajaran terutama teori medan, teori konstruktivisme, dan teori pembelajaran mengingatkan bahwa siswa adalah sesuatu yang aktif dan unik serta mampu memberdayakan dirinya sendiri jika difasilitasi secara tepat. Paham modern ini justru menyarankan penerapan belajar dan pembelajaran yang berpusat pada siswa dan salah satu kemasan model belajar dan pembelajarannya adalah cooperative learning. Menurut Lie ada beberapa gagasan yaitu:
a)      Pengetahuan dikemukakan, dibentuk dan dikembangkan oleh siswa, guru menciptakan kondisi belajar dan situasi yang memberikan kesempatan kepada siswa untuk membentuk makna dan materi yang dipelajarinya kemudian merekamnya dalam ingatan dan satu saat kelak digunakan kembali atau dikembangkan lebih lanjut.
b)      Siswa membangun pengetahuan secara aktif. Belajar adalah kegiatan yang dilakukan oleh siswa bukan suatu yang dilakukan terhadap siswa.
c)      Pengajar perlu berusaha menngembangkan kompetensi dan kemampuan siswa. Kegiatan belajar dan pembelajaran harus lebih ditekankan pada proses dan pada hasil.
d)     Pendidikan adalah interaksi pribadi diantara para siswa dan interaksi antar guru dan siswa.
2.      Konsep cooperative learning
Berbeda dengan model pembelajaran kompetisi dan model pembelajaran individual learning yang menitiberatkan proses dan pencapaian belajar dan pembelajaran pada preastasi setinggi-tingginya yang siswa secara individual, cooperative didasarkan pada falsafah bahwa manusia adalah makhluk sosial. Model ini menekankan pada kerjasama atau gotong royong sesama siswa. Adapun unsur-unsur yang menjadi ciri dari cooperative learning yaitu saling ketergantungan positif, tanggung jawab perseorangan, tatap muka, komunikasi antar anggota, evaluasi proses kelompok.
Ada dua kemungkinan kerjasama antar siswa dalam kelompok belajarnya yaitu:
a)      Kooperatif adalah kerjasama antara siswa yang berbeda tingkat kemapuannya. Pada hal ini siswa memperoleh tantangan baru untuk meningkatkan kemampuannya ke tingkat yang lebih tinggi, yang mana saling bekerjasama.
b)      Kolaboratif adalah kerjasama antara siswa dengan kemampuan yang setingkat. Kedua pihak berbagi pengalaman dan pengetahuan sehingga kedua belah pihak yang bekerjasama akan saling mengisi kekurangan sehingga saling melengkapi.

3.      Aplikasi dalam menyelenggarakan cooperative learning
a)      Mempelajari standar isi dan standar kompetensi siswa dan kurikulum untuk menentukan karakteristik masalah yang sesuai utuk digunakan sebagai bahan belajar dan pembelajaran.
b)      Pelajari pengetahuan siswa untuk mempertimbangkan kompleksitas persoalan yang akan dijadikan bahan belajar dan pembelajaran.
c)      Kelompokkan siswa ke dalam sejumlah kelompok. Upayakan agar kemampuan anggota kelompo heterogen agar terjadi kegiatan yang bersifat kooperatif dan kolaboratif.
d)     Tetapkan kegiatan yang harus dikerjakan oleh setiap kelompok dengan merujuk pada hasil analisis kurikulum dantingkat kemampuan siswa.
e)      Lakukan penyususan kelas meliputi penempatan media dan pengaturan tempat duduk.
f)       Beri pengkondisian awal kepada siswa sebelum kegiatan kelompok dimulai, antara lain yaitu perlunya kerjasama; apa yang harus dilakukan oleh setiap kelompok; bagaimana mereka melakukan kegiatan; apa yang boleh dilakukan dan apa  yang tidak boleh dilakukan; waktu kegiatan; apa hasil yang harus mereka capai.
g)      Siswa melaksanakan kegiatan belajar kelompok dengan mengikuti petunjuk guru. Sementara guru berkeliling untuk melakukan supervise dan memberikan motivasi agar siswa terlibat secara aktif.
h)      Menutup kegiatan belajar dan pembelajaran dengan menyelenggarakan diskusi tentang hasil kegiatan setiap kelompok dan hasilnya. Dalam hal ini guru berperan sebagai moderator dan sekaligus sebagai penilai.
i)        Guru melakukan penilaian terhadap hasil kegiatan siswa dan memberikan komentar serta pengarahan untuk ditindaklajuti sebagai kegiatan pengayaan bagi siswa.

B.       Quantum Learning
1.      Pengertian quantum learning
Quantum merupakan interaksi yang mengubah energi menjadi cahaya. Sedangkan quantum learning merupakan sebagai interaksi-interaksi yang mengubah energy menjadi cahaya. Semua kehidupan adalah energi. Rumus dalam fisika kuantum adalah massa dikali kecepatan cahaya kuadrat sama dengan energi. Dengan kata lain, quantum learning yaitu pengajaran yang dapat mengubah suasana belajar yang menyenangkan serta mengubah kemampuan dan bakat alamiah siswa menjadi cahaya yang akan bermanfaat bagi mereka sendiri dan bagi orang lain.
2.      Konsep quantum learning
Quantum learning merupakan orkestrasi bermacam-macam interaksi yang di dalamnya dan sekitar momen belajar atau suatu pembelajaran yang mempunyai misi utama untuk mendesain suatu proses belajar yang menyenangkan yang disesuaikan dengan tingkat perkembangan siswa. Quantum learning ialah kiat, petunjuk, strategi, dan seluruh proses belajar yang dapat mempertajam pemahaman dan daya ingat, serta membuat belajar sebagai suatu proses yang menyenangkan dan bermanfaat.
Quantum learning bisa dikatakan sebagai penerapan cara belajar baru yang lebih melihat kemampuan siswa berdasarkan kelebihan atau kecerdasan yang dimilikinya. Quantum learning berarti percepatan atau lompatan. Ada yang beranggapan bahwa otak manusia sama dengan otak Einstein. Dengan mempercayai kekuatan pikiran, kita dapat menngetahui dalil tentang otak, bahwa otak harus dilatih dan tidak masalah jika harus digunakan secara terus menerus. Kita hanya memilih mau memanfaatkan organ yang paling penting dalam hidup ini atau mengabaikannya sehhingga menjadi tidak berguna.
Dalam quantum learning guru sebagai pengajar tidak hanya memberikan bahan ajar, tetapi juga memberikan motivasi kepada siswa, sehingga siswa merasakan semangat dan timbul rasa percaya diri untuk belajar lebih giat dan melakukan hal-hal yang positif.
Prinsip-prinsip dalam quantum learning yaitu:
a)      Segalanya berbicara, segala dari lingkungan kelas hingga bahasa tubuh guru dan kertas yang guru bagikan hingga rancangan pelajaran guru semuanya mengirim pesan tentang belajar.
b)      Segalanya bertujuan, semua yang terjadi dalam pengubahan guru mempunyai tujuan. Tujuan tiada lain adalah mewujudkan pembelajaran dan pencapaian quantum learning.
c)      Pengalaman sebelum pemberian nama, otak kita berkembang pesat dengan adanya rangsangan kompleks yang akan menggerakkan rasa ingin tahu kita. Oleh karena itu proses belajar peling baik terjadi ketika siswa telah mengalami informasi sebelum mereka memperoleh nama-nama untuk apa yang mereka pelajari.
d)     Akui setiap usaha
e)      Jika layak dipelajari layak pula dirayakan, perayaan adalah sarapan pelajar sang juara, perayaan adalah umpan balik mengenai kemajuan dan meningkatnkan asosiasi emosi positif dengan belajar.
Sedangkan konsep kunci dalam quantum learning adalah teori otak kanan kiri, teori otak triune (3 in 1), pilihan modalitas (visual, auditorial, kinestetik), teori kecerdasan ganda, pendidikan holistic (menyeluruh), belajar berdasarkan pengalaman, belajar dengan simbol, simulasi/permainan, peta pikiran (mind mapping).
3.      Aplikasi quantum learning
a)      Pembelajaran quantum learning berpangkal pada psikologi kognitif, bukan fisika kuantum meskipun serba sedikit istilah dan konsep.
b)      Pembelajaran quantum learning berupaya memadukan, menyinergikan, dan mengkolaborasikan faktor potensi diri manusia selaku pembelajaran dengan lingkungan (fisik dan mental) sebagai konteks pembelajaran.
c)      Pembelajaran memusatkan perhatian pada interaksi yang bermutu dan bermakna, bukan sekedar transaksi makna.
d)     Pembelajaran kuantum sangat menekankan pada pemercepatan pembelajaran dengan taraf kebarhasilan tinggi.
e)      Pembelajaran kuantum menempatkan nilai dan kekayaan sebagai bagian penting proses pembelajaran.
f)       Penyajian materi secara alami
g)      Model pembelajaran yang lebih santai
Menurut Cahyo, 2013:160-161 dalam quantum learning, guru sebagai pengajar tidak hanya memberikan bahan ajar, tetapi juga memberikan motivasi kepada siswanya, sehingga siswa merasa bersemangat dan timbul kepercayaan dirinya untuk belajar lebih giat dan dapat melakukan hal-hal positif sesuai dengan tipe kecerdasan yang dimilikinya. Cara belajar yang diberikan kepada siswa pun harus menarik dan bervariasi, sehingga siswa tidak merasa jenuh untuk menerima materi pelajaran.

C.      Problem Based Learning
1.      Pengertian problem based learning
Pembelajaran berbasis masalah(Problem Based Learning, disingkat PBL), adalah pembelajaran yang menjadikan masalah sebagai dasar atau basis bagi siswa untuk belajar. Selain itu, PBL adalah suatu pendekatan pembelajaran yang menggunakan masalah nyata atau masalah simulasi yang kompleks sebagai titik awal pembelajaran, dengan karakteristik: (1) Pembelajaran dipandu oleh masalah yang menantang; (2) Para siswa bekerja dalam kelompok kecil; (3) Guru mengambil peran sebagai fasilitator dalam pembelajaran. 

2.      Konsep           
Menurut Newble dan Cannon (Gintings, 2008:210) dalam model pembelajaran problem based learning, sering digunakan akronim PBL, belajar dan pembelajaran diorientasikan kepada pemecahan berbagai masalah terutama yang terkait dengan aplikasi materi pelajaran di dalam kehidupan nyata. Selama siswa melakukan kegiatan memecahkan masalah, guru berperan sebagai tutor yang akan membantu mereka mendefinisikan apa yang mereka tidak tahu dan apa yang perlu mereka ketahui untuk mengetahui dan memecahkan masalah.

3.      Aplikasi
Menurut Gintings, 2008:210-211 hasil nyata dan penerapan pendekatan ini dalam pendidikan kedokteran terbukti bahwa banyak siswa yang belajar dengan pendekatan PBL dapat mengingat materi pelajaran dalam jangka waktu yang lebih lama dibanding dengan siswa yang belajar dengan pendektan lain dan tradisional. Perbedaan yang mencolok disebabkan dalam PBL siswa lebih menyenangi pendekatan ini, menjadi termotivasi untuk belajar. Motivasi merupakan kekuatan besar dan syarat mutlak terciptanaya kegiatan belajar dan pembelajaran dalam diri siswa.

D.      Service Learning
1.      Pengertian
Pembelajaran pelayanan (service learning) adalah model yang menyediakan suatu aplikasi praktis suatu pengembangan pengetahuan melalui proyek dan aktivitas.
2.      Konsep
Di dalam service learning,model pengabdian masyarakat bertitik tolak dari sebuah aplikasi ilmu pengetahuan yang dipelajari di dalam kelas untuk diterapkan di dunia nyata. Bentuk pengabdian ini harus disertai dengan catatan pribadi yang disebut refleksi untuk memberikan strukturisasi pengetahuan yang timbal balik antara mahasiswa dengan masyarakat. Mahasiswa memberikan pelayanan dalam rangka untuk belajar dari kelompok masyarakat, dan sebaliknya masyarakat menerima pengabdian para mahasiswa dan memberikan pelajaran yang berharga dalam kehidupan mahasiswa untuk tumbuh. Robert Sigmon (1994) memberikan sebuah studi sintaksis terhadap kata service dan learning, yang sangat membantu dalam memberikan pemahaman hubungan di antara dua kata tersebut, dan juga pemaknaan baru sebagai sebuah istilah baru.
Jadi pengertian kunci dari Service-Learning adalah membawa “learning” dari dalam kelas menuju ke lapangan untuk memperoleh sebuah pengalaman, pada sebuah kelompok masyarakat yang membutuhkan “service”, dengan sebuah siklus pembelajaran yang harus disadari dalam sebuah catatan refleksi.  Service-Learning, penyatuan pengabdian secara terstruktur dalam kurikulum, dapat dijabarkan sebagai berikut :  Ada kaitannya dengan kurikulum, sehingga sebuah service dilakukan berdasarkan pada sebuah kemampuan atau beberapa disiplin ilmu yang mengembangkan tujuan belajar dan memenuhi standard pendidikan dan peka terhadap perubahan ilmu pengetahuan, ketrampilan dan perilaku yang dapat dirasakan sebagai proses dalam pengerjaan proyek. Mahasiwa secara mandiri aktif dalam perencanaan dan pelaksanaan proyek yang menjawab kebutuhan masyarakat. Refleksi dilakukan, sebagai bagian dari proses pembelajaran yang berkelanjutan untuk menciptakan lingkaran PIKIR-BICARA-TULIS. Keseimbangan antara tugas pelayanan sebagai aplikasi ilmu dengan refleksi akan memberikan WAKTU untuk menyadari dampak dari sebuah pelayanan.

3.      Aplikasi
Bentuk pengabdian yang disertai dengan catatan pribadi yang disebut refleksi untuk memberikan strukturisasi pengetahuan yang timbal balik antara mahasiswa dengan masyarakat. Mahasiswa memberikan pelayanan dalam rangka untuk belajar dari kelompok masyarakat, dan sebaliknya masyarakat menerima pengabdian para mahasiswa dan memberikan pelajaran yang berharga dalam kehidupan mahasiswa untuk tumbuh.

E.       Accelerated Learning
1.      Pengertian
Accelerated learning adalah keseluruhan teknik dan metode belajar yang memungkinkan siswa belajar dengan mudah, menyenangkan dan efektif dengan upaya yang normal dan sesuai dengan gaya belajarnya masing-masing.
2.      Konsep
Belajar melibatkan seluruh pikiran dan tubuh. Belajar tidak hanya menggunakan “otak” (sadar, rasional, memakai “otak kiri”), dan verbal), tetapi juga melibatkan seluruh tubuh atau pikiran dengan segala emosi, indera, dan sarafnya. Strategi cara belajar cepat dalam Accelerated Learning merupakan paduan dari metode-metode yang dibagi menjadi enam langkah dasar yang dapat dingat dengan mudah dengan menggunakan singkatan M; A; S; T; E; R. Kata ini diciptakan oleh pelatih terkemuka Cara Belajar Cepat (CBC) Jayne Nicholl, yaitu:
a)      M adalah Motivating Your Mind (Memotivasi Pikiran)
b)      A adalah Aquiring The Information (Memperoleh Informasi)
c)      S adalah Searching Out the Meaning (Menyelidiki Makna)
d)     T adalah Triggering the Memory (Memicu Memori)
3.      Aplikasi
Boyd (dalam Mayliana dan Sofyan) menyatakan bahwa accelerated learning tepat diterapkan pada pendidikan tinggi. Kunci dari efektivitas penggunaan accelerated learning adalah dengan menggunakan seluruh otak dalam proses pembelajaran. Dalam penelitian tentang otak menunjukkan bahwa belajar melibatkan tubuh dan pikiran secara bersama-sama.
F.       Project Based Learning
1.      Pengertian
Project-based learning merupakan sebuah model pembelajaran yang sudah banyak dikembangkan di negara-negara maju seperti Amerika Serikat. Jika    diterjemahkan   dalam   bahasa   Indonesia,   project   based   learning bermakna   sebagai   pembelajaran   berbasis   proyek.    Project-based learning adalah sebuah model atau pendekatan pembelajaran yang inovatif, yang menekankan belajar kontekstual melalui kegiatan-kegiatan yang kompleks (Cord, 2001; Thomas, Mergendoller, & Michaelson, 1999; Moss, Van-Duzer, Carol, 1998).
Project-based learning merupakan sebuah model pembelajaran yang sudah banyak dikembangkan di negara-negara maju seperti Amerika Serikat. Jika    diterjemahkan   dalam   bahasa   Indonesia,   project   based   learning bermakna   sebagai   pembelajaran   berbasis   proyek. Project-based learning adalah sebuah model atau pendekatan pembelajaran yang inovatif, yang menekankan belajar kontekstual melalui kegiatan-kegiatan yang kompleks.
2.      Konsep
Model project based learning lebih menekankan pada kegiatan belajar yang relatif berdurasi panjang, holistik-interdisipliner, perpusat pada pebelajar, dan terintegrasi dengan praktik dan isu-isu dunia nyata. Dalam project-based learning mahasiswa belajar dalam situasi problem yang nyata, yang dapat melahirkan pengetahuan yang bersifat permanen dan mengorganisir proyek-proyek dalam pembelajaran Thomas (dalam Rais, 2010:4). Project-based learning berfokus pada konsep-konsep dan prinsip-prinsip utama (central) dari suatu disiplin, melibatkan mahasiswa dalam kegiatan pemecahan masalah dan tugas-tugas bermakna lainya, memberi peluang mahasiswa bekerja secara otonom mengkonstruk belajar mereka sendiri, dan puncaknya menghasilkan produk karya mahasiswa bernilai, dan realistik.

3.      Aplikasi
Salah satu hal yang menarik mengapa project-based learning penting untuk diterapkan adalah ditunjukkan oleh beberapa penelitian yang mendahuluinya. Hasil penelitian menunjukkan bahwa 90% mahasiswa yang mengikuti proses belajar dengan implementasi project-based learningyakin dan optimis dapat mengimplementasikan project-based learning  dalam dunia kerja serta dapat meningkatkan prestasi akademiknya Koch, Chlosta, dan Klandt (dalam Rais, 2010:2). Selain itu hasil penelitian survei dari Lasonen, Johanna, Vesterinen, & Pirkko (dalam Rais, 2010:2-3) menunjukkan  78 % mahasiswa mengatakan bahwa kurikulum yang berbasis project-based learning dapat membantu membekali mahasiswa untuk persiapan memasuki dunia kerja, karena mahasiswa belajar bukan hanya secara teori melainkan praktik di lapangan. 

G.      Integrated Learning
1.      Pengertian
Integrated Learning (IL) adalah pembelajaran yang menggabungkan sejumlah bidang studi. Pembelajaran terpadu ini diharapkan dapat memberi kesempatan kepada peserta didik untuk berlatih mengembangkan ketrampilan secara integratif, salah satu kualitas ataupun kemampuan yang sangat diperlukan untuk menghadapi masalah kehidupan yang sangat kompleks.
2.      Aplikasi
Proses pelaksanaan integrated learning yang bisa dilaksanakan ternyata bukan menggabungkan materi tetapi baru menggabungkan tema, dan guru satu-persatu mengajar sesuai dengan bidangnya. Namun, demikian siswa merasa bahwa pelajaran itu sangat bermakna karena dapat mengembangkan wawasan, kreativitas, meningkatkan motivasi belajar, memberi kedekatan dengan hidup nyata dan memberi pengetahuan tentang konsep keterpaduan.

H.      Resource Based Learning
1.      Pengertian
Resource based learning adalah sistem belajar yang berorientasi pada siswa yang diatur sangat rapi untuk kemandirian belajar. Sehingga memungkinkan keseluruhan kegiatan belajar dilakukan dengan menggunakan sumber belajar, baik manusia maupun belajar nonmanusia dalam situasi belajar yang diatur secara afektif.
2.      Konsep
Pembelajaran berdasarkan sumber “Resource Based Learning” melibatkan keikutsertaan secara aktif dengan berbagai sumber (orang, buku, jurnal, surat kabar, multimedia, web, dan masyarakat), dimana para siswa akan termotivasi untuk belajar dengan berusaha meneruskan informasi sebanyak mungkin.
3.      Aplikasi
Dalam hal ini sumber belajar yang dipakai adalah perpustakaan sekolah, karena di perpustakaan sekolah banyak terdapat buku-buku (sumber belajar) yang beraneka ragam. Dengan menggunakan sumber belajar perpustakaan sekolah siswa dapat menggali informasi secara luas sehingga siswa dapat memahami arti sejarah yang sesungguhnya pada materi Tradisi Sejarah Masyarakat Indonesia Masa Pra-Aksara dan Masa Aksara. Dengan menggunakan pendekatan Resource Based Learning (pembelajaran berdasarkan sumber) melalui sumber belajar perpustakaan sekolah akan tercipta suasana belajar yang lebih menarik serta membuat siswa mampu berpikir kreatif atas tugas yang diberikan oleh guru, sehingga dengan pendekatan Resource Based Learning diharapkan dapat meningkatkan hasil belajar yang lebih baik. 

I.         Discovery learning        
1.      Pengertian
Menurut Cahyo, 2013:100 metode pembelajaran berbasis penemuan atau discovery learning adalah metode pengajaran sedemikian rupa sehingga anak memperoleh pengetahuan yang sebelumnya belum diketahuinya tidak melalui pemberitahuan, namun ditemukan sendiri. Dalam pembelajaran discovery (penemuan), kegiatan atau pembelajaran dirancang sedemikian rupa, sehingga siswa dapat menemukan konsep-konsep dan prinsip-prinsip melalui proses mentalnya sendiri. Dalam menemukan konsep, siswa melakukan pengamatan, menggolongkan, membuat dugaan, menjelaskan, menarik kesimpulan dan sebagainya untuk menemukan beberapa konsep atau prinsip.
2.      Konsep
Menurut Cahyo, 2013:104 belajar dalam metode discovery learning. Sebagai model pembelajaran, metode discovery learning mempunyai konsep sendiri yang membedakan dengan metode lainnya. Konsep belajar metode ini merupakan serangkaian aturan atau pun prinsip dalam pembelajaran yang meliputi tujuan belajar, peran guru, dan lain sebagainya.


3.      Aplikasi
Menurut Cahyo, 2013:102-103 peserta didik didorong untuk mengidentifikasi apa yang ingin diketahui dilanjutkan dengan mencari informasi sendiri kemudian mengorganisasi atau membentuk (konstruktif) apa yang mereka ketahui dan mereka pahami dalam suatu bentuk akhir. Siswa secara aktif merekonstruksi pengalamannya dengan menghubungkan pengetahuan baru dengan internal modal atau struktur kognitif  yang telah dimilikinya.

J.        Active learning
1.      Pengertian
Menurut Pannen (Cahyo, 2013:136) active learningatau belajar aktif merupajakan suatu pendekatan dalam mengelola sistem pembelajaran melalui cara-cara belajar yang aktif meuju belajar mandiri. Belajr aktif merupakan strategi belajar yang diartikan sebagai proses belajar mengajar yang menggunakan berbagai metode yang menitikberatkan kepada kearifan siswa dan melibatkan berbagai potensi siswa, baik yang bersifat fisik, mental, emosional maupun intelektual untuk mencapai tujuan pendidikan yang brhubungan dengan berbagai wawasan kognitif, afektif, psikomotorik secara optimal Cahyo, 2013:137.
2.      Aplikasi
Menurut Cahyo, 2013:139 dalam penerapan strategi belajar aktif, seorang guru harus mampu membuat pelajaran yang diajarkan itu menantang serta mengesankan daya cipta siswa untuk menemukan serta mengesankan bagi siswa. Untuk itu, seorang guru harus memperhatikan beberapa prinsip dalam menerapkan pendekatan belajar aktif. Sebagaimana yang diugkapkan oleh Semiawan dan Zuhairin (Cahyo, 2013:139-143), prinsip-prinsip penerapan belajar aktif adalah prinsip belajar, prinsip latar atau konteks, prinsip keterarahan pada titik pusat atau fokus tertentu, prinsip hubungan sosial atau sosialisasi, prinsip belajar sambil bekerja, prinsip perbedaan perorangan atau individual, prinsip menemukan, dan prinsip pemecahan masalah.



K.      Mastery learning
1.      Pengertian
Belajar tuntas (mastery learning) adalah pencapaian taraf penguasaan minimal yang ditetapkan untuk setiap unit bahan pelajaran baik secara perseorangan maupun kelompok, dan apa yang dipelajari siswa dapat dikuasai sepenuhnya. Menurut pendapat yang tradisional, belajar hanyalah dianggap sebagai penambahan dan pengumpulan sejumlah ilmu pengetahuan. Pendapat ini terlalu sempit dan sederhana serta hanya berpusatpada mata pelajaran belaka. Belajar tidak hanya sekadar mengumpulkan ilmu pengetahuan, tetapi belajar itu lebih menekankan pada perubahan pada individu yang belajar.
2.      Konsep
Konsep mastery learning sesugguhnya bukanlah suatu hal yang baru, tetapi telah berkembang sejak tahun 1920, dikembangkan oleh Carleton Washburne dan teman-temannya melalui Winnetka Plan pada tahun 1922 dan leh Prof. Henry C. Morrison di Laboratory School Universitas Chicago tahun 1926. Maksud utama mastery learning ialah memungkinkan 75% sampai 90% siswa untuk mencapai hasil belajar yang sama tingginya dengan kelompok terpandai dalam pengajaran klasik. Maksud lain dari mastery learning ialah untuk meningktkan efisiensi belajar, minat belajar, dan sikap siswa yang positif terhadap materi pelajaran yang sedang dipelajarinya.

L.       Partisipative Teaching and Learning (Pembelajaran Partisipatif)
Pembelajaran Partisipatif (Partisipative Teaching and Learning) merupakan model pembelajaran dengan melibatkan peserta didik secara aktif dalam perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi pembelajaran. Dengan meminjam pemikiran Knowles, (E. Mulyasa,2003) menyebutkan indicator pembelajaran partisipatif yaitu:
1. Adanya keterlibatan emosional dan mental peserta didik
2. Adanya kesediaan peserta didik untuk memberikan kontribusi dalam pencapaian tujuan
3. Dalam kegiatan belajar terdapat hal yang menguntungkan peserta didik.
Pengembangan pembelajaran partisipatif dilakukan dengan prosedur berikut:
1. Menciptakan suasana yang mendorong peserta didik siap belajar
2. Membantu peserta didik menyusun kelompok, agar siap belajar dan membelajarkan
3. Membantu peserta didik untuk mendiagnosis dan menemukan kebutuhan belajarnya
4. Membantu peserta didik menyusun tujuan belajar
5. Membantu peserta didik merancang pola-pola pengalaman belajar
6. Membantu peserta didik melakukan kegiatan belajar
7. Membantu peserta didik  melakukan evaluasi diri terhadap proses dan hasil belajar.

M.     Contextual Teaching and Learning (CTL)
Pembelajaran yang berorientasi pada penguasaan materi dianggap gagal menghasilkan peserta didik yang aktif, kreatif, dan inovatif. Peserta didik berhasil “mengingat” jangka pendek, tetapi gagal dalam membekali peserta didik memecahkan persoalan dalam kehidupan jangka panjang. Oleh karena itu, perlu ada perubahan pendekatan pembelajaran yang lebih bermakna sehingga dapat membekali peserta didik dalam menghadapi permasalahan hidup yang dihadapi sekarang maupun yang akan datang. Pendekatan pembelajaran yang cocok untuk hal di atas adalah pembelajaran kontekstual (CTL).
Pendekatan kontekstual (CTL) merupakan konsep belajar yang beranggapan bahwa anak akan belajar lebih baik jika lingkungan diciptakan secara alamiah, artinya belajar akan lebih bermakna jika anak “bekerja” dan “mengalami” sendiri apa yang dipelajarinya, bukan sekedar “mengetahuinya.” Pembelajaran tidak hanya sekadar kegiatan mentransfer pengetahuan dari guru kepada siswa, tapi bagaimana siswa mampu memaknai apa yang dipelajari itu. Oleh karena itu, strategi pembelajaran lebih   utama dari sekedar hasil. Dalam hal ini siswa perlu mengerti apa makna belajar, apa manfaatnya, dalam status apa mereka, dan bagaimana mencapaianya. Mereka menyadari bahwa apa yang dipelajari akan berguna bagi kehidupannya kelak.Dengan demikian, mereka akan belajar lebih semangat dan penu kesadaran.
N.      Adult Learning
Belajar selalu menjadi kebutuhan utama dalam kehidupan manusia. Karena belajar merupakan suatu cara untuk menggapai cita-cita. Kadang, belajar dianggap remeh oleh sebagian orang , tak jarang banyak yang gagal dalam mencapai cita-citanya. Cara belajar setiap orang pun berbeda, hal ini dapat didasari oleh beberapa aspek seperti, tingkat pendidikan, dan cara berpikir.
Masalah yang terdapat dari skenario adalah kesulitan cara belajar dari seorang anak yang baru lulus dari SMA dan ingin melanjutkan ke Universitas. Tentu saja cara belajarnya masih terpaku dangan cara belajar semasa sekolah dimana pemikirannya hanya terbatas pada apa yang diberikan pengajar. Hal ini sangat berbeda dengan cara belajar seorang mahasiswa atau dapat dikatakan “cara belajar orang dewasa”.
Dari hasil penelitian, Linderman mengidentifikasi beberapa asumsi tentang pembelajar orang dewasa yang dijadikan fondasi teori belajar orang dewasa yaitu sebagai berikut :
1.      Pembelajar orang dewasa akan termotivasi untuk belajar karena kebutuhan dan minat dimana belajar akan memberikan kepuasan.
2.      Orientasi pembelajar orang dewasa adalah berpusat pada kehidupan, sehingga unit-unit pembelajar sebaiknya adalah kehidupan nyata (penerapan) bukan subject matter.
3.      Pengalaman adalah sumber terkaya bagi pembelajar orang dewasa, sehingga metode pembelajaran adalah analisa pengalaman (experiential learning).
4.      Pembelajaran orang dewasa mempunyai kebutuhan yang mendalam untuk mengarahkan diri sendiri (self directed learning), sehingga peran guru sebagai instruktur.
5.      Perbedaan diantara pembelajar orang dewasa semakin meningkat dengan bertambahnya usia, oleh karena itu pendidikan orang dewasa harus memberi pilihan dalam hal perbedaan gaya belajar, waktu, tempat dan kecepatan belajar
Untuk menyeimbangi cara belajar ini, diperlukan pemikiran yang kritis karena Kemampuan berpikir kritis merupakan kemampuan yang sangat esensial untuk kehidupan, pekerjaan, tingkatan pendidikan dan berfungsi efektif dalam semua aspek kehidupan lainnya. Menurut Halpen (1996), berpikir kritis adalah memberdayakan keterampilan atau strategi kognitif dalam menentukan tujuan. Pendapat senada dikemukakan Anggelo (1995: 6), berpikir kritis adalah mengaplikasikan rasional, kegiatan berpikir yang tinggi, yang meliputi kegiatan menganalisis, mensintesis, mengenal permasalahan dan pemecahannya, menyimpulkan, dan mengevaluasi. Dan hanya bisa terjadi ketika seseorang itu sudah menerapkan cara belajar orang dewasa dalam hidupnya. Berpikir kritis juga merupakan salah satu proses berpikir tingkat tinggi yang dapat digunakan dalam pembentukan sistem konseptual siswa. Menurut Ennis (1985: 54), berpikir kritis adalah cara berpikir reflektif yang masuk akal atau berdasarkan nalar yang difokuskan untuk menentukan apa yang harus diyakini dan dilakukan.
Karakteristik yang berhubungan dengan berpikir kritis, dijelaskan Beyer (1995: 12-15) secara lengkap dalam buku Critical Thinking, yaitu:
1.      Watak (dispositions)
Seseorang yang mempunyai keterampilan berpikir kritis mempunyai sikap skeptis, sangat terbuka, menghargai sebuah kejujuran, respek terhadap berbagai data dan pendapat, respek terhadap kejelasan dan ketelitian, mencari pandangan-pandangan lain yang berbeda, dan akan berubah sikap ketika terdapat sebuah pendapat yang dianggapnya baik.
2.      Kriteria(criteria)
Dalam berpikir kritis harus mempunyai sebuah kriteria atau patokan. Untuk sampai ke arah sana maka harus menemukan sesuatu untuk diputuskan atau dipercayai. Meskipun sebuah argumen dapat disusun dari beberapa sumber pelajaran, namun akan mempunyai kriteria yang berbeda. Apabila kita akan menerapkan standarisasi maka haruslah berdasarkan kepada relevansi, keakuratan fakta-fakta, berlandaskan sumber yang kredibel, teliti, tidak bias, bebas dari logika yang keliru, logika yang konsisten, dan pertimbangan yang matang.
3.      Argumen (argument)
Argumen adalah pernyataan atau proposisi yang dilandasi oleh data-data. Keterampilan berpikir kritis akan meliputi kegiatan pengenalan, penilaian, dan menyusun argumen.
4.      Pertimbangan atau pemikiran (reasoning)
Yaitu kemampuan untuk merangkum kesimpulan dari satu atau beberapa premis. Prosesnya akan meliputi kegiatan menguji hubungan antara beberapa pernyataan atau data.
5.      Sudut pandang (point of view)
Sudut pandang adalah cara memandang atau menafsirkan dunia ini, yang akan menentukan konstruksi makna. Seseorang yang berpikir dengan kritis akan memandang sebuah fenomena dari berbagai sudut pandang yang berbeda.
6.      Prosedur penerapan kriteria (procedures for applying criteria)
Prosedur penerapan berpikir kritis sangat kompleks dan prosedural. Prosedur tersebut akan meliputi merumuskan permasalahan, menentukan keputusan yang akan diambil, dan mengidentifikasi perkiraan-perkiraan.
Perbedaan Sistem Pembelajaran Kurikulum. Kurikulum merupakan “jalur pacu” atau “kendaraan” untuk mencapai tujuan pendidikan dan kompetensi lulusan dari suatu program studi. Untuk itu kompetensi yang dimiliki oleh lulusan dan kurikulum dari suatu program studi perlu dirumuskan sesuai dengan tujuan pendidikan dan tuntutan kompetensi lulusan, sehingga lulusan program studi tersebut memiliki keunggulan komparatif di bidangnya. Dalam penyusunan kurikulum program studi perlu dipikirkan agar keluaran (outcomes) yang diharapkan, sasaran (goals), dan tujuan (objectives) pendidikan yang akan dicapai kurikulum tersebut, tidak memuat nilai-nilai dasar yang cepat usang dan/atau tidak relevan, hal seperti ini disebut sabretoothed curriculum.
DAFTAR RUJUKAN

Cahyo, Agus, N. 2013. Panduan Aplikasi Teori-Teori Belajar Mengajar: Teraktual dan Terpopuler. Jogjakarta: Diva Press (anggota IKAPI).
Dwi, Wawan. Landasan Teori Accelerated Learning dan Pendidikan Dasar, (online), (http://library.walisongo.ac.id.pdf), diakses 04 April 2015.
Gintings, Abdorrakhman. 2008. Esensi Belajar dan Pembelajaran. Bandung: Humaniora (anggota IKAPI).
Hanum, Farida. Pelaksanaan dan Pengembangan Integrated Learning di Sekolah Menengah Pertama (Studi Kasusdi SMP Gunung Kidul), (online), (http://staff.uny.ac.id.pdf), diakses 04 April 2015.
http://digilib.uinsby.ac.id.pdf, diakses 05 April 2015.
Kunandar. 2008. Guru Profesional: Implementasi Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) dan Sukses dalam Sertifikasi Guru.
Rais, Muh. 2010. Project-Based Learning: Inovasi Pembelajaran yang Berorientasi Soft Skills, (online), (http://eprints.uny.ac.id.pdf), diakses 04 April 2015.
Usman, Moh, Uzer. 1993. Upaya Optimalisasi Kegiatan Belajar Mengajar. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.
Widjajanti, Djamilah, Bondan. 2011. Problem-Based Learning dan Contoh Implementasinya, (online), (http://staff.uny.ac.id.pdf), diakses 01 April 2015.
















Tidak ada komentar:

Posting Komentar